Oleh lyana Dewi
Kira-kira pada tahun 1980-an adalah saat-saat berjayanya keluarga besar suaminya. Mereka tinggal disebuah rumah mewah, dengan kehidupan yang serba mewah. Tetapi semua itu tidak membuatnya bahagia, karena mereka tidak dikaruniai keturunan. Maupun begitu mereka selalu menganggap rendah orang lain dan selalu bersikap sombong terhadap orang lain. Semua orang di sekelilingnya sangat mengenal baik sikapnya yang begitu sombong, keras kepala, dan angkuh.
Suatu hari disaat iparnya meminjam uang untuk membeli sepetak tanah, tetapi respon yang diberikan suami istri itu sangat menyakitkan hati. Dimana mereka tidak yakin bahwa iparnya itu tidak mampu melunasi hutangnya.
Beberapa bulan kemudian, sang suami telah berpulang kehadapan Tuhan. Setelah itu ia dilibatkan pada sebuah konflik keluarga basar yang sangat mencekam. Tidak ada seorangpun yang mendukungnya.dengan keputusan akhir, ia dikembalikan oleh keluarga besarnya ketempat aslinya. Adik bungsunya berbaik hati untuk menemani kakaknya, saat itu juga keuangan keluarga mereka tersendat-sendat, selama itu mereka hidup dari hasil penjualan tanahnya. Dengan habisnya surat tanah yang mereka miliki kehidupan mereka menjadi luntang-lantung.bodohnya mereka saat memiliki cukup uang mereka tidak mau membuka usaha. Tapi nyatanya uang mereka habis begitu saja tanpa ada hasilnya. Kehidupan mereka berlanjut dengan sangat memprihatinkan.
Hatiku meringis saat melihat dan mendengar sendiri kisah mereka. Dua orang wanita tua yang bahkan umurnya lebih tua dari nenekku. Wanita tua yang ditinggal mati oleh suaminya dan tidak memiliki anak, dan seorang perawan tua yang belum menikah sampai usianya sekarang ini. Mereka kakak beradik,dan tinggal berdua saja pada gubuk reot yang sudah tidak layak ditempati. Barang-barang rongsokan dan barang-barang bekas yanng mereka kumpulkan memenuhi halaman rumah mereka yang sangat sempit. pohon-pohon besar yang berada di halaman seakan menutupi rumah mereka. Sungguh sangat sulit dipercaya, mereka dapat bertahan dalam kerasnya kehidupan di kota besar tanpa adanya perlindungan dari anak dan suami mereka bahkan dari pemerintah. Mereka sangat menginspirasikan penulis muda sepertiku yang sangat menyukai hal-hal seperti ini, dan mereka tidak sungkan untuk menceritakan pengalaman hidup mereka yang sangat pahit.
Nenek perawan yang usianya sekitar 70 th-an bertindak sebagai tulang punggung keluarga. Setiap hari ia mengumpulkan bunga kamboja dan mengeringkannya. Di kota, bunga kering itu ada saja yang membelinya untuk dijadikan bahan tambahan pembuatan dupa. Sesekali ia juga mengumpulkan gelas-gelas bekas kemasan air mineral dan sejenisnya untuk dijual kepengepul. Penghasilannya perhari tidak menentu,apalagi musim hujan ia tidak dapat mengeringkan bunga kamboja, alhasil bunga menjadi lembab dan akhirnya busuk. Harga bunga kamboja kering per kilonya adalah sekitar Rp 15.000,- . sedangkan untuk mengumpulkan bunga sampai sekilo membutuhkan waktu sampai lebih dari 15hari. Bisa dibayangkan makanan apa yang mereka makan agar uang itu mencukupi? Bahkan suatu hari nenek-nenek tua itu pernah tidak makan dan hanya minum air saja. Tak habis pikir, dengan tenaganya yang sangat renta ia harus mengelilingi berbagai tempat untuk mendapatkan segenggam bunga. Terkadang saking sibuknya mencari bunga, ia lupa seberapa jauhnya ia telah melangkah dan sesampainya dirumah hari sudah malam.
Kakaknya yang sudah tak sanggup berjalan, hanya menunggu adiknya di rumah. Ia berharap agar adiknya pulang dengan selamat, dan membawa beras untuk dimasak. Bila adiknya pulang malam, rumah mereka pasti akan gelap gulita karena kakaknya sudah tidak sanggup lagi berjalan walau hanya sekedar menghidupkan lentera. Ia hanya bisa berdoa, agar adiknya cepat pulang. Terkadang terbersit rasa khawatir dan diselimuti rasa takut. Takut kalau terjadi sesuatu pada adiknya. Takut jikalau ditinggal sendiri dan ia tidak dapat menahan lapar dan akhirnya meninggal. Takut kalau hari ini sama dengan hari-hari kemarin, adiknya tidak membawa makanan sedikitpun. Makan nasi akingpun adalah suatu anugerah. ASTAGA! Tidak ada seorangpun yang peduli pada mereka. Tidak ada seorangpun yang tergerak hatinya saat melihat kondisi kedua nenek tua itu.
Begitu beratkah hidup ini? Begitu banyakkah dosa yang telah hamba perbuat? Tidakkah ada surga dunia untuk kami berdua? –itu adalah keluhan yang mungkin mereka rasakan. Mereka bukanlah titisan orang yang berasal dari neraka.
Tetapi mereka adalah utusan dari surga untu menyadarkan hati kita semua, dari begitu berat perjalanan hidup mereka, mereka tidak lupa untuk sembahyang, berdoa, memohon kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Memohon ampun dan bersyukur atas perjalanan hidup yang mereka lalui. Tak henti-hentinya berdoa untuk keselamatan mereka berdua,agar mereka dapat sekedar mengisi perut mereka yang kerput, agar dapat hidup dan menikmati keindahan dunia yang tiada ujung, agar mereka dapat bertahan tanpa bantuan orang-orang, agar mereka dapat menjadi tauladan bagi orang-orang yang sedang mencari jati diri seperti kita ini.
Dari perjalanan hidup kedua nenek tua itu, hal yang dapat dipetik adalah ketegaran dalam menjalani hidup, pantang menyerah, rasa kebersamaan yang tinggi, kehangatan dalam persaudaraan, mensyukuri semua yang mereka miliki, dan selalu berterima kasih.
Hari Sabtu pagi tgl 10 Des 2011, salah seorang tokoh nenek pembawa inspirasi telah berpulang kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan YME. Tepatnya sosok kakak yang sangat dijaga oleh adik semata wayangnya.
Saat pagi itu, seperti biasa sang kakak masih tertidur pulas padahal matahari sudah terbit, dan sang adik memasak air. Sambil menunggu, sang adik memperhatikan sang kakak yang sedang tidur, dielus-elus tangan kakaknya. Tidak ada maksud agar kakaknya terbangun, entah mengapa saat itu ia tidak mau meninggalkan kakaknya barang sedetik saja. Dilihatnya ekspresi tidur sang kakak sungguh sangat tenang, bahkan diujung bibir yang keriput tersungging senyuman yang manis pada masanya. Benar-benar tak terbersit pikiran menuju kesana, sang adik tidak menyadari kakaknya sudah tidak bernyawa sejak tadi pagi. Ia baru menyadari saat hendak memberi bubur. Tidak dapat dipercaya, sangat tidak mudah untuk mengakui kebenaran bahwa kakaknya sudah terbujur kaku tak bernyawa. Ia sangat bingung, khawatir, tertekan, dan tidak dapat berbuat apa-apa untuk menahan kakaknya agar dapat mendengarkan pesan terakhir darinya. Ia kecewa pada dirinya sendiri andai ia menyadari detik-detik terakhir kepargian kakaknya, mungkin ia dapat membantu .
Sang kakak yang selalu menunggu kedatangan adiknya dirumah dengan berharap-harap cemas, kalau-kalau adiknya tidak ingat jalan pulang dan akhirnya mati kelaparan, sang kakak yang harus bergelap-gelapan karna tak sanggup menyalakan lentera, sang kakak yang selalu berdoa agar adiknya pulang dengan selamat, kini telah TIADA!
Merasa sepi ditengah keramaian, itu yang dirasakan sang adik. Ia mencoba untuk mengikhlaskan kepergian kakaknya, menanamkan diotak bahwa kakaknya pergi dengan tenang & mendapat tempat terbaik disana. Selama hidupnya, sang adik sudah mencoba bahkan selalu membantu kakaknya. Mungkin kalau tidak ada sang adik, kakaknya tidak akan dapat bertahan sampai saat ini.
Dengan tegar, sang adik telah bertekad untuk terus hidup dan bertahan demi kakaknya. Dan yakin bahwa kakaknya akan selalu bersamanya, menyertainya, menuntunnya, membantunya, karena sang kakak selalu ada dihatinya selalu.selamat jalan kak!
Kesan dan pesan sosok ‘AKU’
F_three
Dalam cerita ‘balada kehidupan’ ini ada hal” yang patut dicontoh, dan ada hal” yang sangat tidak patut untuk dicontoh. Dengan adanya cerita ini kita dapat mengetahui hasil nyata yang dibuahkan oleh perbuatan kita selama ini. Yeah! Tergantung kita mau menanggapi seperti apa, dan bagaimana. Yang terpenting cerita ini sangat sarat dengan nilai” kehidupan dan akan sangat membantu kita dalam perjalanan mencari jati diri.
Evi
Dalam cerita ‘balada kehidupan’ ini kita dapat belajar 1 hal, jangan terlalu mementingkan harta atau kekayaan dalam kehidupan ini. Karena lama-lama jika harta tidak diimbangi dengan rasa kekeluargaan atau persaudaraan maka harta itu akan terbuang sia-sia.
Roda kehidupan akan selalu berputar, kadang kala kita berada diatas, kadang berada dibawah. Perlu usaha yang keras dan kemauan yang tinggi untuk dapat menggerakkan roda itu.(vavitri)
Eva
Dalam cerita ‘ balada kehidupan’ ini dapat disimpulkan bahwa, dikehidupan ini tidak sepantasnya kita hidup dengan kesombongan. Hidup dengan kesombongan tidak memberi arti, seharusnya kita lebih bisa mengontrol ego masing”.
Setiap perbuatan akan membuahkan hasil,dalam kehidupan sering kita sebut dengan hukum sebab akibat.
NB: Nama disamarkan
Cerita ini bukan hanya fiktif belaka
Kesamaan nama, tempat, cerita bukan disengaja
Cerita ini hanya sebagai pacuan hidup dan hiburan semata.
Comments
Post a Comment