RESENSI BUKU



Judul   buku                :  FURINKAZAN
Penulis                        : Yasushi Inoue
Penerjemah                : Dina Faoziah dan Fatmawati Djafri
Penyunting                  : Tim Kansha Books
Penerbit                      : Kansha Books
Tanggal terbit : Juli - 2010
Jumlah Halaman        : 288
Kategori                     : Sejarah
Teks Bahasa              : Indonesia

Yasushi Inoue terkenal serius dalam membuat cerita fiksi sejarah, keakuratannya membuat buku – bukunya banyak diminati dan diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa serta, diadaptasi ke layar kaca. Melalui karya – karyanya, Yasushi  Inoue telah mendapatkan berbagai penghargaan seperti: Akutagawa Prize, Literature Prize dari kementerian pendidikan jepang, Japanese Literary Award, dan The Order of Cultural Merit – penghargaan tertinggi di bidang sastra yang diberikan oleh pemerintah Jepang.
                                                                                                             
Yamamoto Kansuke hidup pada zaman Sengoku Jidai; di mana perang saudara dan perebutan wilayah melingkupi wilayah Jepang. Kansuke dipandang sebelah mata karena  kakinya yang pincang, matanya yang buta sebelah, dan umurnya sudah hampir 50 tahun. Hingga pada suatu Ketika ia bertemu dengan jenderal Itagaki, Yang memberinya kesempatan untuk mengabdi kepada daimyo Takeda dari Provinsi Kai. Takeda Harunobu yang akan dikenal dengan Takeda Shingen yang berusia 23 tahun sangat senang dengan perang. Di tradisi Takeda ada sebuah dua panji yang harus dibawa saat memasuki pertempuran besar. Keduanya merupakan harta berharga keluarga tersebut; yang satu disebut Suwa Hossho dan yang lain Sonshi Niryu. Panji Suwa Hossho berwarna merah dan terdapat tulisan berwarna emas: “Suwa, keturunan dewa yang agung.” Adapun panji Sonshi Niryu juga memiliki tulisan emas, namun dilatari warna biru gelap: “Menjadi secepat angin, sebijak hutan, menyerang sekuat api, dan menjadi setenang gunung” (FU-RIN-KAN-ZAN).
Takeda Shingen ingin memperluas wilayah kekuasaannya, mengangkat Yamamoto kansuke sebagai ahli strateginya. Karena kemampuan Yamamoto Kansuke yang mampu membayangkan seluruh kota benteng dari provinsi barat hingga timur dengan jelas. Yamamoto Kansuke memperoleh pengetahuan ini dari bahan – bahan bacaan tentang gunung, sungai, dataran, dan iklim setiap wilayah. Yamamoto Kansuke mampu membayangkan setiap benteng, kota, dan kondisi geografis di sekitarnya dengan sangat akurat, meski belum pernah ke sana. Yamamoto Kansuke juga memdapatkan pengetahuan dari musafir dari daerah yang jauh, Yamamoto Kansuke tak pernah melewatkan kesempatan untuk menyerap segala jenis pengetahuan dengan rinci, dan pengetahuan ini tak pernah dilupakan. Daya ingatan dan imajinasinya begitu kuat. Pengetahuan dan Bakat Kansuke dalam diplomasi dan pemahamnya akan strategi perang, membuat klan Takeda sukses besar. Namun agenda terbesar klan Takeda adalah mengalahkan pasukan Echigo yang dipimpin oleh Uesugi Kenshin Kagetora yang lebih muda dari Takeda Shingen. Takeda Shingen dan pasukannya sudah  melawan pasukan Uesugi Kenshin Kagetora dua kali. Pertama Takeda melawan pasukan Uesugi Kenshin Kagetora dengan sangat kewaspadaan yang sangat tinggi dan melihat gerakan pasukannya. Lalu menyusun strategi untuk memulai peperangan ini yang ada di pandang Un-no-Daira. Seletah menggunakan strategi yang diberikan oleh Kansuke, Pasukan Echigo pun cepat mundur, dan pasukan Echigo mundur setelah mendengar bunyi terompet, sehingga Kansuke ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana pasukan Echigo akan mundur. Bukan hal mudah bagi setiap prajurit untuk mundur dengan cepat di tengah pertempuran, sementara mereka masih memegang tombak dan pedang. Inilah yang ingin dilihat Kansuke.
Setelah sepuluh tahun mereka melakukan pertempuran yang kedua. Pertempuran tersebut dikenal dengan peperangan Kawanakajima. Dimana strategi Kansuke dapat dikalahkan oleh komandan Kagetora. Klan Takeda hampir mengalami kekalahan, tapi disaat yang tetap pasukan yang di tunggu – tunggu muncul menjadikan sebuah kemenangan. Di peperangan Kawanakajima  Kansuke gugur di tangan seorang samurai muda. Kansuke merasakan pedang dingin yang akan mengakhiri hidupnya bergerak menebas lehernya. Masih dua jam berlalu hingga tiba jam dua siang ketika Takeda Shingen meneriakkan kemenangan. Dan sejarah mencatatnya sebagai salah satu peperangan terbesar pada zaman Sengoku jidai.
Di novel ini memiliki daya tarik dalam pengambaran tempat, sehingga kita dapat membayangkan berada di Jepang. Tapi ceritanya terputus-putus tanpa penjelasan. Tak ada penjelasan runtut mengapa Kansuke tiba-tiba membunuh teman konspirasinya dibab pertama, kemudian mengapa tiba-tiba ia mencelat menjadi orang kepercayaan Shingen, mengapa ia tiba-tiba sangat mendukung Puteri Yuu dan anaknya Takeda Katsuyori (yang akan menjadi penerus Shingen).Kisah tambah tidak karuan saat dibab akhir Kansuke menemui ajal saat pertempuran Kawanakajima melawan pasukan Echigo Uesugi Kenshin.


Comments